Mereview Buku Diana Conyers 'Perencanaan Sosial Di Dunia Ketiga'

Suatu jenis disiplin ilmu ‘Perencanaan Sosial’ muncul karena  sebagian besar negara – negara Dunia Ketiga mengakui besar kecilnya kepentingan dari apa yang selama ini dikenal sebagai aspirasi dan tujuan sosial dan perlu dipertimbangkannya faktor – faktor sosial alam perencanaan program dan proyek – proyek pembangunan. Pada hakekatnya perencanaan adalah usaha yang secara sadar, terorganisasi, dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif  untuk mencapai tujuan tertentu (Waterston, 1965 :26) Apapun yang terlintas di benak kita manakala kita membicarakan perencanaan kiranya tidak terlepas dari kaitan persoalan pengambilan keputusan. Implikasinya bahwa pasti ada cara yang lebih baik dalam pengambilan keputusan tersebut, mungkin dengan cara lebih memperhatikan lebih banyak data yang ada, ataupun hasil – hasil yang mungkin dicapai di masa yang akan datang. (Schaffer, 1970 : 29) Perencanaan adalah suatu bentuk latihan intelegensia guna mengolah fakta serta situasi sebagaimana adanya dan juga mencari jalan ke luar guna memecahkan masalah (J. Nehru dikutip dalam Waterston, 1965: 8) Perencanaan adalah seni untuk melakukan sesuatu yang akan datang dapat terlaksanakan. (Beenhakker, 1980 : 22) Perencanaan adalah merupakan penerapan yang rasional dari pengetahuan manusia terhadap proses pencapaian keputusan yang bertindak sebagai dasar perilaku manusia (Sociedad Interamericana de Planification, dikutip oleh Waterston, 1965 : 8). Perencanaan fisik yang mempersiapkan suatu daerah pemukiman baru baik di kota maupun susunan (lay out) pemukiman pedesaan juga disebut perencanaan. Sedangkan segala keputusan yang diambil oleh suatu badan perencanaan nasional guna menaikkan anggaran belanja pemerintah dalam pembangunan desa atau pemberian prioritas bagi daerah – daerah terbelakang dapat juga disebut sebagai keputusan perencanaan. Setiap bentuk perencanaan pasti mempunyai implikasi atau aspek sosial, karenanya dapatlah dianggap bahwa perencanaan sosial harus merupakan bentuk arahan bagi seluruh rangkaian kegiatan perencanaan itu sendiri. Kata sosial dikelompokkan ke dalam 3 kategori pokok. Pertama, kata ‘sosial’ merupakan pengertian umum dalam kehidupan sehari – hari tetapi tidak membri batasan terhadap perencanaan sosial, kata sosial dihubungkan dengan pengertian hiburan atau sesuatu yang menyenangkan. Kedua mengenai penggunaan kata sosial yaitu sebagai lawan kata ‘individual’. Ketiga, kata ‘sosial’ digunakan pula dalam pengertian yang lebih umum yaitu mengenai yang melibatkan manusia sebagai lawan dari pengertian benda. Kata sosial mempunyai kecenderungan ke arah pengertian kelompok orang, yang berkonotasi ‘masyarakat’ (society) dan ‘warga’ (community). Suatu kelompok bukanlah sekedar penjumlahan individu, sehingga apa yang dirasa baik bagi individu belum tentu baik bagi kelompok secara keseluruhan. Setelah mengetahui pengertian Perencanaan dan Sosial, maka muncul kata ‘Perencanaan Sosial’. Istilah perencanaan sosial yang mula pertama digunakan di negara maju seperti di Eropa Barat dan Amerika Utara. Banyak orang ‘Barat’ yang beranggapan bahwa perencanaan sosial mempunyai kaitan erat dengan masalah perencanaan kesejahteraan sosial. Timbulnya perencanaan sosial di Dunia Ketiga bukan semata – mata sebagai suatu pertanda akan naiknya tingkat kebutuhan pelayanan kesejahteraan sosial, tetapi menyangkut penggeseran ruang lingkup yang lebih  luas dari perencanaan pembangunan dengan lebih memberi tekanan pada perubahan sosial dan pencapaian tujuan sosial itu sendiri. Istilah ‘Dunia Ketiga’ dalam buku Diana Conyers ini bahwa semua konsep pengertian dan metoda yang dibahas diharapkan dapat diterapkan di sebagian besar negara yang umum disebut ‘Dunia Ketiga’, yang menerapkan setiap bentuk perencanaan pembangunan. Tidak ada alasan khusus mengenai Penyebutan istilah ‘Dunia Ketiga’. Bentuk – bentuk penyebutan lain misalnya ‘negara berkembang’, ‘negara kurang maju’, negara – negara berpenghasilan rendah’. Perencanaan sosial terkadang didefinisikan secara spesifik sebagai perencanaan untuk mengadakan perubahan struktur masyarakat. Mayer dalam bukunya Social Planning and Social Change menolk definisi yang lebih konvesional mengenai Perencanaan Sosial dan menyatakan bahwa konsep Perencanaan Sosial yang dianjurkan disebut sebagai Social Structural Change (Perubahan Struktur Sosial) (Mayer, 1972 : 132). Penulis lain menganggap bahwa perencanaan guna mencapai perubahan struktur sosial memungkinkan sebagai salah satu konsep atau tipe perencanaan sosial. Apthorpe melibatkannya sebagai salah satu dari sembilan kategori perencanaan ssial (Apthorpe, 1970 : 16) Proses perencanaan sosial beragam bentuknya, tetapi illustrasinya akan diberikan dalam contoh bentuk pelayanan sosial tertentu khususnya suatu bentuk pengalaman dalam perencanaan pelayanan pendidikan dan kesehatan. Dalam kasus perencanaan pendidikan, williamson pada bukunya mengenai hubungan antara pendidikan, struktur sosial, dan pembangunan menyatakan bahwa : Perencanaan dalam pendidikan ...tidak pernah netral, bukanlah masalah yang dapat semata – mata yang menyangkut efisiensi teknis. Dalam dunia yang semakin birokratis ini ... kemampuan para ahli semakin dipertinggi pula, sedang argumentasi tentang kelayakan teknis menyembunyikan pentingnya sifat politik terhadap perencanaan dan pengambilan keputusan (William – son, 1979 : 209). Dan dalam kasus perencanaan kesehatan Gish menekankan hubungan antara sakit dengan kemiskinan. Ia menyimpulkan bahwa : Cara untuk menurunkan angka kematian dan angka sakit nampaknya lebih mudah dijajagi dengan kemajuan sosial dan politik yang dimanifestasikan dalam sistem yang telah dikembangkan sedemikian rupa bagi distribusi pelayanan kesehatan, serta berkelanjutan dengan semakin majunya ilmu kedokteran (Gish, 1970 : 75) Perencanaan sosial dapat membantu proses pengambilan keputusan dalam 3 cara. Pertama, dia dapat memberikan kepastian bahwa masyarakat tahu dan sadar akan besarnya dana yang tersedia untuk kepentingan pembangunan sosial. Kedua adalah usaha seorang perencana untuk menenkankan pentingya pembangunan sosial serta menekan alokasi dana. Yang ketiga yaitu usaha seorang Perencana Sosial untuk mempertimbangkan berbagai bentuk pembangunan sosial serta memberikan nasehat bahwa sumber dana yang ada harus dialokasikan dengan tepat. Partisipasi Perencanaan Sosial dalam perencanaan proyek pada dasarnya dibagi dalam 2 bagian. Seorang perencana seharusnya terlibat dalam perencanaan itu sendiri sejak awal agar dapat diambil suatu kepastian bahwa faktor – faktor sosial sudah ikut diperhitungkan. Kemudian dia harus turur pula dalam proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi bila proyek telah berjalan, dengan tujuan agar bila timbul masalah – masalah ssial dapat segera diketahui dan kalau mungkin diatasi. Metode pencapaian partisipasi menghasilkan suatu saran yaitu, bahwa pembangunan masyarakat akan memungkinkan adanya keuntungan yang tidak diperoleh dengan metode lain, khususnya bila suatu pendekatan skala nasional yang komprehensif pada bidang pembangunan masyarakat dapat diselenggarakan dengan berhasil. Tipe program pembangunan masyarakat ini meliputi berbagai elemen yang diambil dari bentuk – bentuk metode yang lain, termasuk pemanfaatan tenaga ahli secara besar – besaran, desentralisasi perencanaan dan administrasinya, pembentukan pemerintahan tingkat nasional, sehingga akan lebih dapat dianggap sebagai kombinasi berbagai metode yang lain daripada anggapan sebagai suatu bentuk alternatif. Sangatlah diperlukan adanya komponen pendidikan yang penting dalam setiap bentuk perencanaan pembangunan (perencanaan partisipatif). Pendidikan ini harus dalam bentuk proses dua arah. Masyarakat harus dibuat sadar bagaimana sistem pengambilan keputusan itu bekerja dan pilihan – pilhan apa saja yang ada bagi mereka sehingga mereka dapat berpartisipasi secara efektif; dan pada waktu yang bersamaan para perencana harus belajar memahami dan menghargai sikap serta kebutuhan lokal. Bahwa semua bentuk keputusan yang diambil para perencana akan sama baiknya degan informasi yang dimiliki sebagai dasar pengambilan keputusan tersebut. Karenanya maka diperlukan perhatian yang sungguh – sungguh pada proses pengumpulan dan penyampaian informasi untuk tujuan perencanaan. Namun harus diingat pula bahwa pengumpulan dan pemrosesan data bukanlah merupakan tujuan akhir melainkan hanya sebagai alat guan mendapatkan atau memperoleh keputusan – keputusan yang lebih baik. Pengumpulan dan analisa informasi untuk tujuan perencanaan sosial menimbulkan berbagai macam persoalan terutama karena sebagian besar informasi yang diperlukan mempunyai kaaitan – kaitan terhadap aspek – aspek pembangunan yang tidak bisa di ukur secara gampang, khususnya dalam bentuk angka. Perlu pertimbangan yang mendalam terhadap metode apa yang dibuthkan dalam hal pengumpulan, penganalisaan serta penyimpanan informasi, agar sesuai dengan kebutuhan pihak – pihak yang memanfaatkan informasi yang diperoleh, jumlah serta kualitas data yang ada serta sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengumpulan serta pemrosesan. Sering terjadi di negara – negara Dunia Ketiga diberlakukan metode – metode yang lebih sederhana dan pengambilan keputusan atas dasar yang kurang lengkap dan kurang meyakinkan serta tidak akurat; sebaiknya penggunaan metode – metode yang sedemikian canggih tidak didasarkan pada keinginan semata melainkan pada kenyataan bahwa memang telah timbul hasrat atau nilai untuk meningkatkan kualitas keputusan – keputusan yang diambil. Perencanaan pendidikan dapat saja dilakukan oleh seorang ahli pendidikan, evaluasi sosial suatu proyek dapat saja dilaksanakan oleh seorang para ahli sosial atau ahli antropologi, sedangkan tanggung jawab mengenai partisipasi masyarakat setempat dalam sautu perencanaan dapat diserahkan pada pejabat pemerintah setempat atau petugas pembangunan masyarakat. Setiap orang yang dilatih sering merupakan faktor yang jauh lebih penting daripada pendidikan atau latihannya untuk menjadi orang yang profesional. Dalam kasus seorang perencana sosial, adalah penting bahwa seseorang tidak hanya memiliki kualitas umum sebagai seorang perencana arau administrator yang baik (rajin, berintregitas tinggi, bijaksana, dan diplomatis, mempunyai cara berfikir yang analitis dan berkemampuan menyatakan gagasan baik lesan maupun tertulis) tetapi juga menyadari pentingnya tujuan – tujuan sosial dan pembangunan sosial, serta yakin akan keberhasilan pekerjaan tersebut. Berhasil tidaknya perencanaan sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka bekerja. Kenyataannya mungkin disinilah letak hambatan – hambatan yang paling dirasakan dan sebagai akibatnya sering menimbulkan rasa frustasi. Penyebab utama timbulnya frustasi adalah kesenjangan (gap) yang sedemikan seringya timbul antara kebijaksanaan dan rencana di satu pihak dan apa yang sebenarnya telah berhasil dicapai di lain pihak. Walaupun tidak diragujan lagi bahwa banyak sekali timbul masalah di negara – negara Dunia Ketiga, namun ini bukan berarti bahwa semua usaha pembentukan struktur organisasi sebagai wadah perencanaan sosial harus diabaikan atau bahwa perencana sosial harus mengarah dalam perjuangan mereka dalam mencapai tujuan – tujuan sosial. 
















Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mereview Buku Diana Conyers 'Perencanaan Sosial Di Dunia Ketiga' "

Post a Comment